Menurut RM Hartoko (1999), untuk menjadi penyiar televisi yang baik, diperlukan kepribadian yang tepat. Ia menyebutkan beberapa prasyarat untuk menjadi presenter televisi yang baik, yakni:
- Penampilan yang baik dan perlu didukung pula oleh watak dan pengalaman. Tidak cukup hanya good looks wanita cantik atau pria tampan. Bagi wanita diperlukan wajah yang menarik serta perawakan yang baik, sedangkan bagi pria perlu memiliki kemampuan membawakan dirinya.
- Kecerdasan pikiran yang meliputi pengetahuan umum, penguasaan bahasa, daya penyesuaian, dan daya ingatan yang kuat sehingga mampu membawakan annoucement didepan kamera dengan enak dan jelas, tanpa membaca, kalau perlu semua dihafal dan dilatih sendiri sesempatnya dalam menit-menit sebelum tampil.
- Keramahan yang tidak berlebihan sampai over friendly yang dapat menjengkelkan dan menjadi tidak wajar. Memang bahwa penyiar televisi berkunjung langsung ke tengah-tengah lingkungan keluarga pemirsa di rumah, tetapi supaya diingat bahwa penyiar bukan sebagai “sobat lama” bagi keluarga pemirsa yang dikunjunginya. Penampilan penyiar di layar televisi harus disertai sopan santun perjumpaan supaya tidak menyinggung perasaan rata-rata pemirsa.
- Jenis suara yang tepat dengan warna suara yang enak menyenangkan untuk didengar dan dimiliki wibawa yang cukup mantap, yaitu suara yang menimbulkan kepercayaan, meyakinkan bagi yang mendengarnya, sehingga membuat pemirsa memperhatikan apa yang dikatakan.
Dapat disimpulkan bahwa prasyarat bagi calon presenter yang baik adalah seorang yang enak dilihat dan enak didengarkan dalam membawakan acara siaran, serta menunjukan kepribadian yang wajar. Kebanyakan orang merasa malu (self conscious) atau gugup bila mengadapi mikrofon dan kamera televisi. Penyiar televisi harus dapat mengatasi ‘’demam mikrofon’’, “demam kamera”, dan juga “demam panggung”. Penyiar televisi juga harus bisa mengendalikan sikap/gerakan dan perasaan (motion & emotions) dalam memelihara intimacy (kedekatan) dengan pemirsa melalui kontak mata (eye contact).
Masalah mental yang dihadapi oleh setiap penyiar televisi bagaimana supaya merasa akrab tidak dilihatnya. Dalam pendekatannya harus pula rasa berhubungan perorangan, berbicara kepada lensa kamera dengan nada percakapan (conversational tone). Penyiar televisi yang baik selalu menyadari bahwa ia menghadapi pemirsa-pemirsa sebagai “human being”, karena itu memerlukan pula pengalaman dalam pergaulan dengan orang banyak.
Dalam dunia penyiaran, penyajian berita dapat dilakukan oleh penyiar berita maupun reporter. Paling ideal adalah jika seorang penyiar berita bertindak sekaligus sebagai reporter, yang lazim disebut news caster. Semua penyiar berita dapat menjadi reporter. Namun, tidak semua reporter harus memiliki persyaratan khusus di bidang penampilan dan volume suara.
Menurut JB Wahyudi, news reader hanyalah tukang baca naskah berita sehingga tidak menjiwai apa yang dibawakannya. News caster selain menyajikan berita, juga menjiwai apa yang dibawakannya karena pada dasarnya dia juga seorang reporter.
Fungsi news caster sama dengan fungsi anchor. Perbedaannya, news caster bersifat formal, sedangkan anchor lebih bersifat nonformal. Bebas tetapi tetap wibawa. Setiap kata dan informasi yang diucapkan selalu mengandung nilai intelektualitas yang tinggi dan bukan informasi yang sudah diketahui masyarakat umum.
Menurut Boyd (1990), seorang penyiar berita (news caster/anchor) harus memiliki:
- Otoritas
- Kredibilitas
- Kejelasan dan kejernihan suara
- Komunikatif
- Kepribadian kuat
- Profesionalitas yang tinggi
- Penampilan dan volume suara yang pertama
Di luar negeri, seorang penyanyi berita diseleksi dari wartawan cetak atau reporter radio dan televisi sehingga mereka sudah menguasai dasar dan bahkan sudah mempraktikkan keterampilan jurnalistik.
Di Indonesia justru sebaliknya, pertama-tama dipilih dulu para calon penyiar yang memenuhi kriteria intelektual, penampilan jurnalistik. Mana yang ideal? Tentu saja yang biasa dilakukan di luar negeri.
Persyaratan seseorang reporter televisi untuk menyajikan berita televisi dengan voice over sama dengan penyajian untuk berita. Penyajian berita dengan sistem ROSS harus memperlihatkan hal-hal berikut:
- Memiliki wajah yang beribawa
- Tidak memiliki gerakan-gerakan yang aneh atau tidak biasa di wajah.
- Memiliki volume suara standar
- Menguasai teknik membaca dan olah vokal
- Meguasai permasalahan yang disajikan (spesialisasi)
- Intelek dan profesional
- Berpenampilan sopan sesuai dengan kondisi yang ada
- Komunikaif dalam penampilan dan ucapan. (Wahyudi, 1996)