Berbicara tentang presenter televisi dan penyaji berita (anchor), mau tidak mau kita harus menengok kebiasaan para pembaca berita di televisi, pada saat televisi swasta belum muncul.
Penampilan pembaca berita pada acara berita di siaran berita TVRI memang tampak formal dan sedikit kaku. Hampir tidak banyak senyum dan cenderung kurang ada kontak mata dengan pemirsa. Ketika stasiun televisi swasta lahir dengan menampilkan para anchor yang jauh berbeda dengan TVRI, masyarakat menjadi selektif dalam menonton tayangan berita televisi.
Istilah penyajiberita (anchor) khusus diberikan kepada seseorang yang membawakan atau menyajikan berita. Apa sebetulnya perbedaan antara anchor dan news reader?
JB Wahyudi menyatakan pada radio dan televisi, faktor penyaji berita memegang peranan penting dalam penyampaian naskah berita kepada khalayak agar isi berita dapat sampai kepada khalayak secara jelas dan komunikatif. Ada 2 cara yang dikenal dalam penyajian berita:
1. Cara yang dikembangkan di Amerika Serikat
Penyajian berita dikembangkan dengan filosofi smile…smile…smile, atau bersifat santai, dalam arti tidak harus selalu tegang. Oleh karena itu, di Amerika Serikat dipakai istilah anchor untuk penyaji berita. Pada dasarnya anchor berarti telangkai, yang maknanya perangkai. Jadi, anchor selain bertugas sebagai penyaji berita, juga melakukan wawancara langsung dengan narasumber atau menjadi moderator untuk membantu diskusi panel, yang masing-masing narasumber, baik yang diwawancarai maupun para panelis, yang dapat berada di kota, provinsi, ataupun negara lain yang lazim disebut tele news conference.
2. Cara yang dikembangkan di Inggris (BBC)
Penyaji berita disebut news reader atau newscaster. Filosofi yang digunakan adalah scowl…scowl…scowl, yang maknanya serius, dengan asumsi bahwa sifat berita adalah formal. Perlu kewibawaan dari penyaji berita. (Boyd, 1990)
A. Prasyarat Menjadi Penyaji Berita
Menurut RM Hartoko (1999), untuk menjadi penyiar televisi yang baik, diperlukan kepribadian yang tepat. Ia menyebutkan beberapa prasyarat untuk menjadi presenter televisi yang baik, yakni:
- Penampilan yang baik dan perlu didukung pula oleh watak dan pengalaman. Tidak cukup hanya good looks wanita cantik atau pria tampan. Bagi wanita diperlukan wajah yang menarik serta perawakan yang baik, sedangkan bagi pria perlu memiliki kemampuan membawakan dirinya.
- Kecerdasan pikiran yang meliputi pengetahuan umum, penguasaan bahasa, daya penyesuaian, dan daya ingatan yang kuat sehingga mampu membawakan annoucement didepan kamera dengan enak dan jelas, tanpa membaca, kalau perlu semua dihafal dan dilatih sendiri sesempatnya dalam menit-menit sebelum tampil.
- Keramahan yang tidak berlebihan sampai over friendly yang dapat menjengkelkan dan menjadi tidak wajar. Memang bahwa penyiar televisi berkunjung langsung ke tengah-tengah lingkungan keluarga pemirsa di rumah, tetapi supaya diingat bahwa penyiar bukan sebagai “sobat lama” bagi keluarga pemirsa yang dikunjunginya. Penampilan penyiar di layar televisi harus disertai sopan santun perjumpaan supaya tidak menyinggung perasaan rata-rata pemirsa.
- Jenis suara yang tepat dengan warna suara yang enak menyenangkan untuk didengar dan dimiliki wibawa yang cukup mantap, yaitu suara yang menimbulkan kepercayaan, meyakinkan bagi yang mendengarnya, sehingga membuat pemirsa memperhatikan apa yang dikatakan.
Menurut JB Wahyudi, news reader hanyalah tukang baca naskah berita sehingga tidak menjiwai apa yang dibawakannya. News caster selain menyajikan berita, juga menjiwai apa yang dibawakannya karena pada dasarnya dia juga seorang reporter.
Fungsi news caster sama dengan fungsi anchor. Perbedaannya, news caster bersifat formal, sedangkan anchor lebih bersifat nonformal. Bebas tetapi tetap wibawa. Setiap kata dan informasi yang diucapkan selalu mengandung nilai intelektualitas yang tinggi dan bukan informasi yang sudah diketahui masyarakat umum.
Menurut Boyd (1990), seorang penyiar berita (news caster/anchor)harus memiliki:
- Otoritas
- Kredibilitas
- Kejelasan dan kejernihan suara
- Komunikatif
- Kepribadian kuat
- Profesionalitas yang tinggi
- Penampilan dan volume suara yang pertama
Di luar negeri, seorang penyaji berita diseleksi dari wartawan cetak atau reporter radio dan televisi sehingga mereka sudah menguasai dasar dan bahkan sudah mempraktikkan keterampilan jurnalistik.
Di Indonesia justru sebaliknya, pertama-tama dipilih dulu para calon penyiar yang memenuhi kriteria intelektual, penampilan jurnalistik. Mana yang ideal? Tentu saja yang biasa dilakukan di luar negeri.
Persyaratan seseorang reporter televisi untuk menyajikan berita televisi dengan voice over sama dengan penyajian untuk berita. Penyajian berita dengan sistem ROSS harus memperlihatkan hal-hal berikut:
- Memiliki wajah yang beribawa
- Tidak memiliki gerakan-gerakan yang aneh atau tidak biasa di wajah.
- Memiliki volume suara standar
- Menguasai teknik membaca dan olah vokal
- Meguasai permasalahan yang disajikan (spesialisasi)
- Intelek dan profesional
- Berpenampilan sopan sesuai dengan kondisi yang ada
- Komunikatif dalam penampilan dan ucapan. (Wahyudi, 1996)
B. Melatih Olah Vokal
Untuk bisa mendapatkan suara yang baik dan menarik untuk para penonton, maka diperlukan latihan yang rajin. Berikut Habib Bari (1995) memberikan kiat melatih agar suara prima:
1. Latihan pernapasan.
Latihan pernapasan bagi seorang penyiar mutlak dilakukan. Sebab, pernapasan merupakan satu bagian penting dari berbicara. Dalam tugasnya, penyiar bukan saja dituntut mengucapkan kalimat-kalimat pendek, melainkan juga dituntut mengucapkan rangkaian kalimat panjang yang harus diucapkan dalam satu tarikan napas saja. Olahraga ringan yang memungkinkan paru-paru kita berfungsi dengan baik dan kuat, seperti lari, anggar, renang, dan sejenisnya dapat membantu.
Menarik napas melalui hidung dan mengeluarkan melalui mulut adalah kebiasaan yang harus dilakukan setiap hari dengan maksud agar mekanisme pernapasan yang diharapkan itu menjadi kebiasaan rutin. Menggerakkan tangan kiri dan kanan ke atas sembari menarik napas, seolah-olah dada menjadi sangat bidang adalah jenis pernapasan yang lain. Keluasaan bidang dada seperti itu akan menyebabkan kita dapat berbicara dengan napas lega tanpa ada gangguan apa pun.
2. Latihan pengucapan.
Latihan pengucapan ini dimaksudkan untuk memperlancar kemampuan seorang penyiar dalam mengucapkan kata-kata, baik kata yang berasal dari suatu daerah, kata-kata bahasa Indonesia maupun kata-kata asing. Seorang penyiar yang tidak membiasakan mengucapkan kata-kata secara benar, sekali waktu akan kesulitan ketika menghadapi dan membaca kata-kata asing.
Penyiar harus mengucapkan kata-kata dengan benar dan tepat. Misalnya dalam mengucapkan huruf hidup a, i, u, e, o. Kadang terjadi seorang penyiar menemui kesulitan mengucapkan sebuah kata yang menggunakan huruf hidup tertentu dan cara menulis yang sama tetapi bisa saja pengucapan berbeda. Karena itu, kata-kata tertentu haruslah dikenali oleh penyiar dan diucapkannya juga dengan cara yang benar.
Latihan menggerakkan dan menjulurkan lidah, melemaskan gerak bibir dan rahang terus menerus dilakukan tiap pagi. Lidah harus dilatih untuk dijulurkan keluar seolah-olah menariki keluar pangkal lidah. Juga latihan mengucapkan kata “r” atau “I” secara tepat.
Latihan olah bibir dengan menggerak-gerakkan ke kiri dan ke kanan melatih pengucapan huruf secara bergantian antara a, i, u, e, o. Rahang juga digerakan ke atas ke bawah serta ke samping kiri dan ke samping kanan supaya luwes untuk digunakan. Latihan seperti ini akan membantu penyiar mengucapkan kata secara jelas dan tepat.
Di samping huruf hidup, kita juga mengenal adanya huruf mati. Ada beberapa huruf mati yang perlu dilatih pengucapannya, seperti d, t, b, p, m, n, t, th. Sebab, banyak kata yang bila cara pengucapannya tidak benar akan menimbulkan kesalahpahaman. Misalnya kata-kata: ‘dahan’ ataukah ‘tahan’ (d-t), ‘bawang’, atau ‘pawang’ (b-p), ‘mami’, atau ‘nani’(m-n), ‘batuk’ atau ‘bathuk’ (t-th). Keterangan: bathuk (Jawa) berarti dahi.
3. Latihan kelancaran.
Membiasakan diri mengucapkan kata-kata dan membaca naskah secara cepat sangat perlu dilakukan oleh setiap penyiar. Improvisasi dan kecepatan berbicara perlu dilatih, sebab tugas penyiar antara lain melakukan improvisasi, berbicara.
Untuk berlatih improvisasi dapat dimulai dengan membuat kerangka atau kalimat utuh yang ditulis lengkap. Kalimat itulah yang dibaca berulang-ulang sampai hafal dan diucapkan secara cepat. Latihan membuat dan menghafal seperti itu harus dilakukan terus-menerus sampai kemampuan mengucapkan kata-kata tanpa naskah bisa dilakukan dengan cepat.
Dalam kehidupan sehari-hari terdapat kata-kata yang tidak mudah diucapkan. Misalnya kata-kata korpri, administrasi, demonstrasi, ipoleksosbut, porwil, dan sesdalopbang.
4. Latihan intonasi.
Seorang penyiar, apalagi yang berada di Jakarta, bila sedang berbicara di depan kamera, harus menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar serta menarik. Selain kata-kata dan susunan kalimatnya harus benar, lagu berbicara pun harus terasa Indonesia. Artinya tidak kenal Batak, tidak Jakarta, tidak Sunda, tidak Jawa, tidak Bali, tidak Bugis tetapi Indonesia.
Tidak hanya bagaimana cara pengucapan kata-kata yang harus terasa bernapaskan Indonesia, tetapi juga intonasi bahasanya. Lalu intonasi bicara yang Indonesia itu yang mana? Memang sulit dibuat teorinya, tetapi biisa dirasakan. Yang penting adalah intonasi dalam berbicara bahasa Indonesia harus dihindarkan dari kesan medok, bernapas daerah. Untuk sampai tahap ini diperlukan pelatihan, kesabaran, dan ketekunan.
5. Latihan gerak tubuh.
Gerak-gerik penyiar di depan kamera maupun di depan khalayak (audiens) merupakan bagian yang selalu diperhatikan oleh penonton. Bagaimana sebaiknya sikap duduk kita, apakah bersandar pada sandaran kursi, atau duduk tegak tidak bersandar? Di manakah posisi tangan, dijulurkan keduanya, dimasukkan ke dalam saku celana atau bertolak pinggang? Bagaimana cara terbaik untuk menoleh? Ke mana pandangan arah mata kita?
Semua itu menjadi salah kalau penyiar tidak melakukan latihan-latihan meluweskan gerak tubuh. Menari, senam aerobik, akting, dan latihan gaya mutlak diperlukan. Semua pelatihan itu akan mempermudah dan memperlancar penyiar dalam menggerakkan seluruh anggota tubuh, seperti leher, bahu, tangan, jari, dan kaki.
Latihan ini berguna memperluwes gerak untuk mendukung ekspresi penyiar sehingga akan sangat membantu daya tarik dan penampilan yang diperlukan oleh seorang penyiar. Penyiar yang tampil tanpa gaya tentu saja tidak menarik. Jika penampilan penyiar tidak menarik, ia akan kehilangan penonton. Itulah sebabnya, kemampuannya mengolah gerak tubuh merupakan bagian penting dari penampilan seorang penyiar. *